Rabu, 13 Oktober 2010

Kurang Tidur Dan Merokok Sama-sama Membuat Orang Depresi



Kemungkinan besar bagi orang-orang yang suka merokok atau kurang tidur bisa sebabkan depresi. Sebuah penelitian yang digelar di Australia menunjukkan bahwa orang berusia muda yang mengalami kekurangan tidur lebih rentan terhadap penyakit mental.

Nicholas Glozier dari Universitas Sydney mengatakan kekurangan tidur dapat menjadi penyebab meningkatnya jumlah penderita penyakit mental di kalangan muda dalam beberapa dekade terakhir. Ia juga mengatakan bahwa penggunaan internet pada malam hari dapat menjadi alasan mengapa orang muda kekurangan waktu tidur.

Dari hasil studi terhadap 20 ribu orang berusia 17 dan 24 tahun, mereka yang tidur kurang dari 5 jam per harinya berisiko tiga kali lipat lebih besar mengalami tekanan psikologis di tahun berikutnya. Dikemukakan, setiap jam Anda tidur terkait dengan 14 persen peningkatan risiko bahaya terhadap kesehatan mental.

"Gangguan tidur dan insomnia merupakan awal dari perkembangan depresi dan kecemasan," kata Glozier. Kurangnya waktu tidur juga berhubungan dengan masalah kesehatan mental jangka panjang. "Bila dibandingkan dengan orang paruh baya atau lansia, orang berusia muda tampaknya memiliki waktu tidur lebih sedikit," kata Glozier. Gangguan tidur dan penyakit mental dapat saling memperburuk keadaan.

Sementara itu kebiasaan merokok juga menjadikan remaja sering depresi.Beberapa remaja beralasan keputusan mereka untuk merokok disebabkan faktor lingkungan dan menurut mereka merokok bisa meredakan stress. Namun, berdasarkan hasil penelitian, rokok justru dapat memperparah gejala depresi.

"Remaja yang menggunakan rokok untuk mengenyahkan perasaan cemas dan stres memiliki risiko lebih besar mengalami gejala depresi ketimbang remaja bukan perokok," kata profesor Jennifer O'Loughlin dari Universitas Montreal.

Guna mendukung pernyataan itu, diadakanlah uji coba yang melibatkan 662 remaja sekolah menengah atas. Mereka diminta mengisi kuesioner mengenai efek rokok terhadap pribadi mereka.

Para siswa diambil dari berbagai sekolah menengah atas, mulai dari sekolah di perkotaan, perdesaan, sekolah dengan siswa dengan tingkat ekonomi baik, sedang, dan rendah. Mereka lalu dibagi menjadi tiga kelompok, pertama siswa yang tak pernah merokok, kedua, siswa yang merokok bukan untuk meredakan stres, memperbaiki mood, atau memperbaiki suasana hati, dan ketiga siswa yang merokok untuk memperbaiki suasana hati.

Gejala depresi lalu diukur menggunakan skala dari pertanyaan seberapa seringkah partisipan merasa letih melakukan kegiatan, mengalami kesulitan tidur, merasa sedih, atau depresi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar